Membangun Kepercayaan Publik Menuju Normal Baru Drs. H. Apriyadi, M.Si. (Sekda Muba)

15-02-2022

Akses tulisan : www.http://apriyadi.com/

Layar masih terkembang. Dunia dan negeri ini masih dipertontonkan peran sang tokoh antagonis bernama Covid-19. Keberingasannya bahkan siap melumat siapa saja. Pandemi Covid-19 menjadi ujian amat berat yang harus dihadapi bangsa. Kebijakan mitigasi ini pun sering berbenturan arah dengan upaya peningkatan kualitas kehidupan (aktivitas sosial ekonomi) dan penghidupan (mata pencarian) masyarakat. Kebijakan pun dinamis searah kurva pergerakannya yang terus menaik.

Hingga saat ini pun belum ada kepastian kapan pandemi covid-19 akan berakhir, sebab faktanya vaksin yang digadang-gadang dapat menjinakkan jenis virus ini belum ditemukan. Pemerintah pun terus memformulasi kebijakan untuk menjaga keberlangsungan hidup dan stabilitas perekonomian. Pemerintah kini menghadirkan kebijakan kenormalan baru (new normal) dalam menyahuti dampak wabah yang terus dinamis ini.

Kebijakan kenormalan baru merupakan terobosan stategis yang memerlukan sinergisitas semua elemen anak bangsa. Dengan kalimat lain, semua anak bangsa harus mengambil peran dan bertindak sesuai dengan ketentuan kebijakan, yaitu tetap menerapkan protokol kesehatan.

New Normal dan Antisipasi Second Wave

Adaptasi new normal menitikberatkan tujuan menurunnya secara signifikan angka kesembuhan dan kasus terdampak virus ini. Selanjutnya kehidupan di semua sektor menggeliat kembali. Sinyalemen ini disampaikan Presiden Joko Widodo, bahkan berulang kali menjabarkan mekanisme kenormalan baru ketika mengunjungi sejumlah fasilitas umum guna memetakan pelaksanaan kenormalan baru. Selain itu, Dalam rapat terbatas pagu indikatif Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 pada pekan pertama Mei, Presiden Joko Widodo meminta penanganan virus corona atau Covid-19 berindikator positif pada akhir Mei 2020.

Indikator positif itu adalah kurva Covid-19 harus menunjukkan tren penurunan pada akhir Mei. Pertanyaan muncul, mengapa harus akhir Mei? Pasalnya pada Juni kasus penularan corona ditargetkan melandai atau posisi sedang. Kemudian, pada Juli penularan wabah masuk kategori ringan. Presiden meminta penurunan kurva penularan itu harus dilakukan dengan cara apapun. Hal itu agar masyarakat dapat kembali melakukan aktivitas meskipun dengan protokol antisipasi penularan Covid-19.

Bulan Juni ini, ditargetkan fase tatanan baru di new normal aktivitas masyarakat mulai dijalankan. Salah satu pertimbangannya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 berdampak babak belur. Meskipun belum diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ekonomi hanya tumbuh 2,97%. Kekhawatiran pemerintah, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II nantinya akan merangsek lebih parah dan bisa berdampak pada kuartal berikutnya.

Kita pun perlu mengapresiasi kekhawatiran pemerintah ini. Namun, mari kita lihat data apakah tren kurva Covid-19 memang sudah menurun? Berdasarkan data Tim Gugus Tugas Covid-19, total kasus positif per 31 Mei 2020 mencapai 26.473 orang. Pada hari terakhir Mei ada kenaikan 700 orang positif corona. Sepanjang Mei, penambahan kasus positif bisa dikatakan semakin menjadi. Secara akumulatif, jumlah kasus virus corona pada akhir April 2020 mencapai 10.118 orang.

Menghitung pergerakkannya, apabila dikurangi dengan akumulatif akhir Mei 2020, penambahan kasus baru sepanjang Mei mencapai 16.355 orang, artinya ada lonjakan 161% dalam sebulan. Pada Mei, penambahan kasus virus corona secara harian sempat mencapai puncaknya. Misalnya pada 21 Mei sebanyak 973 orang dan 23 Mei sebanyak 949 orang.

Data per 1 Juni 2020 memang menunjukkan ada perlambatan penambahan kasus positif harian yakni sebanyak 467 orang, sehingga total pasien terkonfirmasi menjadi 26.940 kasus. Adapun penambahan kasus meninggal sebanyak 28 orang. Dengan demikian, hingga saat ini sudah ada 1.641 orang yang meninggal akibat corona di Indonesia.

Di sisi lain, ada sebanyak 329 pasien sembuh sehingga total ada 7.637 pasien sembuh. Namun, dalam beberapa hari terakhir ada anomali kenaikan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta yang batas PSBB III akan berakhir 4 Juni 2020. Kemarin, DKI mencatatakan penambahan kasus positif sebanyak 137 kasus.

Jakarta bersama empat provinsi lainnya di Jawa masih mencatatkan reproductive number (Rt) di atas 1,00. Padahal syarat pelonggaran PSBB rasio Rt harus di bawah 1,00. Rt sebuah metrik untuk melacak laju penyebaran virus secara real-time. Semakin kecil Rt berarti penularan semakin minim, dan lama-lama menghilang.

Per 31 Mei 2020, ada tiga yang menunjukkan indikator Rt di bawah 1,0 yakni Jawa barat 0,95, Yogyakarta 0,96, dan Banten 0,99. Yogyakarta rasio penularan bertahan di level 0,96 sejak 24 Mei, sedangkan Jabar sejak 25 Mei dan Banten baru di bawah 1,00 per 31 Mei. Adapun Jakarta justru menunjukan tren Rt naik di atas 1,0 dalam 6 hari terakhir. Tren kenaikan terjadi mulai dari 25 Mei dari 1,00 menjadi 1,07 pada 31 Mei.

Padahal pada periode 17-24 Mei rasio sempat di bawah 1,00. Jawa Tengah menunjukan tren kenaikan penularan dalam 2 hari terakkhir dengan rasio 1,05 per 31 Mei. Padahal sejak 19 Mei berada di bawah 1,00. Jawa Timur masih mencatatkan Rt tertinggi di Jawa. Jatim mencatatkan rasio 1,22 per 31 Mei. Padahal sempat mencatatkan rasio 1,02 per 27 Mei, tetapi menanjak lagi dalam 4 hari terakhir.

Presiden Joko Widodo kembali menegaskan kepada jajarannya, dalam memasuki fase kenormalan baru menghadapi Covid-19, fase ini tidak melahirkan gelombang kedua penularan virus corona. Kekhawatiran ini tidaklah berlebihan, mengingat perkembangan kasus corona setiap hari terus bergerak naik. Gelombang kedua (second wave) tentunya tidak akan terjadi, bila semua anak negeri mengikuti kebijakan ini sepenuh hati dan konsisten.

Muba Menghadapi Tataran Baru

Istilah kenormalan baru atau new normal menjadi tern baru yang akrab di telinga kita di masa pandemi ini. Berbagai aspek kehidupan berusaha menyesuaikan dengan keadaan agar kehidupan bisa berjalan normal. Para pekerja bisa kembali bekerja, guru dan murid bisa terus belajar. Intinya bidang ekonomi, politik, sosial, hingga pendidikan bisa kembali normal setelah sempat mengalami jeda beberapa saat meskipun yang menjadi titik tekan yaitu bagaimana agar masyarakat bisa beraktivitas normal dan mampu mencukupi kehidupan sehari-hari, tetapi bisa terhindar dari virus korona.

Sungguh ini menjadi pekerjaan rumah terbesar yang harus dilakukan pemerintah saat ini untuk menuju normal baru di Indonesia adalah bisa membangun kembali kepercayaan publik untuk bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memang tidak eksplisit menyebutkan pentingnya kepercayaan publik dari enam syarat yang harus dipenuhi sebelum menuju normal baru. Namun, untuk Indonesia, kepercayaan publik bisa ditambahkan sebagai syaratnya. Bahkan, tanpa itu, normal baru hanya akan menjadi kekacauan baru.

Dalam persyaratan yang diajukan WHO, setiap negara yang akan melonggarkan pembatasan dan menjalankan skenario normal baru harus bisa mengendalikan transmisi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru. Syarat berikutnya, kapasitas sistem kesehatan dan kesehatan masyarakat, termasuk rumah sakit, memadai untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina mereka yang terinfeksi.

Selain mencegah terjadinya kembali risiko kasus impor, risiko Covid-19 harus diminimalkan, terutama di kelompok rentan seperti orang lanjut usia. Selain itu, langkah pencegahan di tempat kerja juga harus ditetapkan secara ketat, meliputi penjagaan jarak fisik, fasilitas cuci tangan, dan sirkulasi udara yang baik.

Pernyataan WHO ini dilatari dua hal, yaitu pandemi ini belum akan berakhir dalam waktu cepat. Selain itu, sejumlah negara menunjukkan penurunan kasus yang signifikan. Seperti dikemukakan Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO Mike Ryan, vaksin Covid-19 kemungkinan belum tersedia hingga akhir tahun ini. Jika ditemukan vaksin, butuh waktu dan upaya besar-besaran menerapkannya.

Sementara itu, sejumlah daerah telah melakukan persiapan sebelum kebijakan kehidupan new normal diterapkan. Bupati Muba, Dr. Dodi Reza Alex, kini telah memulai memberlakukan konsep sistem kerja, penyambutan tamu, dan pelayanan publik lainya mengacu pada protokol kesehatan. Sebagai pemimpin daerah, ia mengajak seluruh masyarakat di daerahnya untuk terus meningkatkan kedisiplinan serta mematuhi protokol kesehatan untuk menyambut pengunjung di era new normal life.

Semetara dalam proses implementasinya menuju new normal life di ruang kerja kedinasan adanya beberapa arahan langsung dari Bupati Musi Banyuasin melalui Virtual Meeting, 11 Juni 2020 dengan tetap bekerja secara aman dan produktif di anataranya 1). Pegawai yang bekerja di dalam/luar kantor harus menggunakan masker-rajin cuci tangan dengan air mengalir, jaga jarak (phiscal distancing) dan menghindari kerumunan 2). Kegiatan rapat: Rapat atau Kegiatan yang mengundang orang banyak diusahakan melalui ruang virtual. Atau jika tidak bisa dihindari, jumlah undangan harus 50% dari kapasitas ruangan yang digunakan. 3).Tetap produktif. Bekerja di situasi normal baru ini seluruh pegawai tetap dituntut untuk produktif dan inovatif dalam bekerja.

Selain itu, bentuk arahan yang diturunkan dalam lingkup pendidikan dalam proses menuju new normal life di antaranya 1). Adanya pengaturan jarak (physical distancing) satu meja yang biasanya dua kursi dua orang menjadi satu kursi 2). Siswa dalam satu rombongan belajar dikurangi separuh 3). Menaati protokoler pencegahan persebaran Covid-19 4). Siswa dan Guru menggunakan masker, jika diperlukan menggunakan pelindung wajah (face shield) dan rajin cuci tangan pakai sabun. 5) Karena ruang belajar terbatas, sekolah dapat memberlakukan sistem shift atau sistem dioglang, misal satu hari masuk satu hari belajar di rumah 6. Pembelajaran tatap muka dalam sepekan menjadi 18 Jam dari yang selama ini rata-rata 36 jam per pekan.

Tantangan dan Strategi

Setiap kebijakan memerlukan sosialisasi yang intens dan sistemik. Kebijakan kenormalan baru membutuhkan proses. Pendisiplinan masyarakat pun harus dilakukan dengan pendekatan humanistis dan persuasif. Proses pendisiplinan masyarakat di masa pandemi ini harus dalam konteks pemberdayaan masyarakat agar bisa dan bersedia memenuhi syarat protokol kesehatan di masa wabah covid-19.

Pengendalian Covid-19 dan implementasi normal baru di lingkungan pemerintahan dan masyarakat, tentunya menghadirkan tantangan-tantangan berat. Namun, tanpa fase ini, kita tak bisa melangkah maju, hanya berjalan di tempat atau bahkan mundur. Tanpa sebuah ikhtiar yang kuat, mesin pertumbuhan ekonomi tak akan berputar. Betapapun beratnya, tantangan itu harus kita hadapi bersama sesuai prinsip berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing dalam tradisi kegotongroyongan kita.

Hal ini membutuhkan kolaborasi dan saling dukung dari para pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan dunia industri, perguruan tinggi, maupun organisasi masyarakat madani. Perguruan tinggi sangat diharapkan meningkatkan perannya, terutama melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, dalam rangka mitigasi dampak Covid-19 dan penerapan normal baru. Selamat datang kenormalan baru. Hidup kembali normal, bila semua anak negeri sinergi bergotongroyong membumihanguskan penyebaran pandemi ini.

Download